Penulis : Abu Aufa
Sumber :  http://www.dudung.net
Dalam memilih  pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki  hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Hal itu dikenal  dalam Islam yang namanya ‘kufu’ ( layak dan serasi ), dan seorang wali  nikah berhak memilihkan jodoh untuk putrinya seseorang yang sekufu,  meski makna kufu paling umum dikalangan para ulama adalah seagama.
Namun makna-makna  yang lain seperti kecocokan, juga merupakan makna yang tidak bisa  dinafikan, dengan demikian PROSES MEMILIH ITU TERJADI PADA PIHAK  LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN. Disisi lain bahwa memilih pasangan hidup  dengan mempertimbangkan berbagai sisinya, asalkan pada  pertimbangan-pertimbangan yang wajar serta Islami, merupakan keniscayaan  hidup dan representasi kebebasan dari Allah yang Dia karuniakan kepada  setiap manusia, termasuk dalam memilih suami atau istri. Aisyah Ra  berkata, “Pernikahan hakikatnya adalah penghambaan, maka hendaknya dia  melihat dimanakah kehormatannya akan diletakkan”
Rasulullah pun  bersabda, “Barang siapa yang menjodohkan kehormatannya dengan orang yang  fasik maka dia telah memutus rahimnya” (HR Ibnu Hibban). Nabi juga  pernah memberikan pertimbangan kepada seorang sahabiyah yang datang  kepadanya seraya minta pertimbangan atas dua orang yang akan melamarnya,  lalu Nabi menjawab, “Adapun Muawiyah bin Abi sufyan dia sangat ringan  tangan (alias gampang memukul), adapun yang lainnya adalah orang yang  fakir tidak memiliki harta yang banyak.” Lalu Nabi menikahkannya dengan  Zaid bin Haritsah.
Dan untuk memantapkan  pilihan, terutama dari berbagai alternatif sebaiknya melakukan shalat  istikhorah baik di tengah malam maupun di awalnya, dan lakukan secara  berkali-kali. Jika telah dilakukan berkali-kali maka KEMANTAPAN YANG ADA  ITULAH YANG INSYA ALLAH MERUPAKAN PETUNJUK-NYA, DAN ITULAH YANG LEBIH  DIIKUTI. Tetapi perlu diingat, bahwa informasi yang dominan pada diri  seseorang sering yang lebih berpengaruh terhadap istikhorah, oleh karena  itu perlu dilakukan berkali-kali. Dan untuk membedakan apakah itu  keputusan yang dominan adalah selera semata atau dominasi istikharah  agak sulit, kecuali dengan berkali-kali, sekalipun salah satu tanda  bahwa itu adalah petunjuk dari Allah adalah dimudahkannya urusan  tersebut, tetapi hal tersebut bukan satu-satunya alamat yang mutlak.

0 comments:
Post a Comment